Pendidikan Karakter yang Mulai Terabaikan

 

Kalau kita bicara soal pendidikan, biasanya yang terlintas di kepala adalah nilai ujian, ranking kelas, atau gelar akademik. Padahal, pendidikan itu nggak cuma soal pintar di atas kertas, tapi juga bagaimana membentuk pribadi yang baik, jujur, disiplin, dan peduli dengan orang lain. Sayangnya, di tengah zaman serba cepat dan modern ini, pendidikan karakter justru sering kali terabaikan.

Banyak sekolah, orang tua, bahkan murid lebih sibuk mengejar prestasi akademik. Nilai matematika tinggi dianggap lebih penting daripada sikap sopan santun. Padahal, tanpa karakter yang baik, kepintaran bisa jadi bumerang. Artikel ini akan membahas kenapa pendidikan karakter itu penting, kenapa sekarang mulai terpinggirkan, apa dampaknya, dan bagaimana cara mengembalikannya lagi.

Apa Itu Pendidikan Karakter?

Pendidikan karakter bisa dibilang sebagai proses membentuk kepribadian anak agar jadi orang yang punya akhlak baik, tanggung jawab, dan mampu hidup bermasyarakat dengan sehat. Nilai-nilai dasar yang termasuk dalam pendidikan karakter antara lain kejujuran, disiplin, kerja keras, toleransi, empati, dan rasa hormat pada orang lain.

Kalau akademik itu bikin kita pintar, maka karakterlah yang bikin kita “benar”. Jadi, keduanya seharusnya berjalan beriringan, bukan saling menyingkirkan.

Kenapa Pendidikan Karakter Mulai Terabaikan?

Ada beberapa alasan kenapa pendidikan karakter sekarang mulai memudar:

Fokus pada Nilai dan Ranking

Sistem pendidikan kita masih sangat menekankan angka. Anak yang ranking 1 dipuji, sementara yang punya sikap baik tapi nilainya biasa-biasa saja sering terlupakan. Akibatnya, murid jadi merasa karakter nggak penting, yang penting pintar.

Tuntutan Zaman Digital

Media sosial dan teknologi bikin anak-anak lebih banyak belajar dari internet ketimbang dari orang tua atau guru. Sayangnya, tidak semua konten yang mereka konsumsi mengajarkan nilai positif.

Kurangnya Teladan

Pendidikan karakter itu bukan sekadar teori, tapi contoh nyata. Kalau orang tua atau guru tidak memberi teladan yang baik, anak akan bingung harus meniru siapa.

Lingkungan yang Individualis

Hidup di kota besar sering bikin orang sibuk dengan dirinya sendiri. Budaya gotong royong, saling sapa, dan peduli tetangga mulai hilang. Anak-anak pun tumbuh dalam suasana yang lebih individualis.

Dampak Kalau Pendidikan Karakter Terabaikan

Kalau kita biarkan pendidikan karakter terus diabaikan, dampaknya bisa serius.

Meningkatnya Kasus Bullying: tanpa empati dan rasa hormat, anak-anak bisa mudah merundung temannya.

Generasi Pintar tapi Egois: pintar secara akademik tapi tidak peduli dengan orang lain.

Moralitas Menurun: perilaku curang, mencontek, atau korupsi bisa dianggap biasa.

Kehilangan Identitas Bangsa: nilai-nilai luhur seperti gotong royong dan sopan santun bisa hilang ditelan zaman.

Coba kita lihat fenomena sekarang. Tawuran pelajar, kasus narkoba, bahkan bullying online semakin sering muncul. Itu bukti bahwa ada yang salah dalam sistem pendidikan kita, terutama soal karakter.


Contoh Nyata di Kehidupan Sehari-hari

Mungkin kita pernah lihat murid yang pintar banget di kelas, tapi suka membantah gurunya. Ada juga anak yang aktif di organisasi sekolah, tapi diam-diam merundung temannya di media sosial.

Atau di rumah, anak bisa jago main game online berjam-jam, tapi lupa membantu orang tua. Semua itu menunjukkan bahwa tanpa pendidikan karakter, kemampuan akademik atau teknologi bisa jadi sia-sia.

 

Bagaimana Cara Menghidupkan Kembali Pendidikan Karakter?

Meskipun tantangannya besar, bukan berarti pendidikan karakter tidak bisa dikembalikan. Ada beberapa cara sederhana yang bisa dilakukan: 

1.       Mulai dari Keluarga

Keluarga adalah sekolah pertama bagi anak. Orang tua perlu memberi teladan dengan perilaku sehari-hari: jujur, disiplin, saling menghormati. Anak lebih mudah meniru daripada mendengar ceramah.

2.       Sekolah Harus Seimbang

Guru dan sekolah perlu memberi porsi yang sama antara akademik dan karakter. Misalnya, memberi penghargaan bukan hanya pada murid berprestasi akademik, tapi juga pada murid yang punya sikap baik.

3.       Kegiatan Ekstrakurikuler

Kegiatan seperti pramuka, organisasi siswa, atau bakti sosial bisa jadi sarana efektif menanamkan nilai kerja sama, tanggung jawab, dan kepedulian.

4.       Pendidikan Digital yang Bijak

Karena remaja sekarang hidup di dunia digital, penting juga mengajarkan etika berinternet: bagaimana menggunakan media sosial dengan sopan, tidak menyebar hoaks, dan tidak melakukan cyberbullying.

5.       Peran Masyarakat

Lingkungan sekitar juga harus ikut terlibat. Misalnya, membangun budaya saling menyapa, peduli tetangga, atau mengadakan kegiatan gotong royong yang melibatkan anak-anak.

 

Karakter dalam Kehidupan Nyata

Kalau kita lihat tokoh-tokoh besar dunia, banyak di antara mereka yang sukses bukan hanya karena pintar, tapi karena karakter kuat. Contohnya, kejujuran dan integritas membuat seseorang dipercaya, kerja keras membuatnya dihormati, dan empati membuatnya dicintai.

Hal yang sama juga berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Murid yang rajin membantu teman akan lebih disukai, pegawai yang jujur akan lebih dipercaya, dan pemimpin yang peduli akan lebih dihormati. Semua itu berawal dari pendidikan karakter.

Pendidikan karakter memang sering kali dianggap sepele, tapi sebenarnya ia adalah pondasi dari semua hal. Tanpa karakter, kepintaran bisa berbahaya. Kita bisa punya generasi yang cerdas, tapi mudah menyerah, egois, bahkan tidak peduli dengan bangsanya sendiri.

Sekaranglah saatnya kita mengembalikan lagi pendidikan karakter ke tempatnya: berdampingan dengan akademik. Baik orang tua, guru, sekolah, maupun masyarakat harus sama-sama berperan. Kalau tidak, kita akan kehilangan generasi yang bukan hanya pintar, tapi juga punya hati.

Karena pada akhirnya, dunia bukan cuma butuh orang pintar, tapi juga orang baik.

 

Referensi :


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2017). Penguatan Pendidikan Karakter (PPK): Konsep dan Pedoman. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Lickona, T. (2009). Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books.

Samani, M., & Hariyanto. (2012). Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suyadi. (2013). Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Gunawan, H. (2012). Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.

Kompas.com. (2022). Pendidikan Karakter di Sekolah Dinilai Mulai Terabaikan. Diakses dari https://www.kompas.com/

Tempo.co. (2023). Kasus Bullying dan Rendahnya Pendidikan Karakter Remaja. Diakses dari https://www.tempo.co/

UNESCO. (2015). Education for Sustainable Development and Global Citizenship. Paris: UNESCO Publishing.  

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama